KORUPSI ibarat iblis yang selalu menemukan cara mencari peluang. Entah peluang tersembunyi maupun peluang yang difasilitasi kebijakan negara. Sang iblis pandai menyelinap di antara keduanya.
Ketika korupsi merajalela sehingga melumpuhkan seluruh akal sehat dan kejujuran, negara mengetatkan katup sehingga ruang gerak sang iblis dipersempit. Tetapi, kini godaan iblis demikian kuat sehingga katup itu akhirnya dilonggarkan melalui Keputusan Presiden No 80/2010 yang baru saja diumumkan.
Kebijakan yang paling disorot adalah menaikkan nilai proyek tanpa tender dari Rp50 juta menjadi Rp100 juta. Alasannya penyerapan anggaran yang seret sehingga menyumbat pertumbuhan.
Raja-Raja Kecil
PEMILIHAN kepala daerah telah memunculkan berbagai fenomena patologis. Celakanya, inilah sakit yang dipandang normal.
Yang patut dicatat antara lain ada kepala daerah yang sudah dua kali menjabat rela turun pangkat sebagai calon wakil kepala daerah asalkan tetap menjadi penguasa. Patologis karena tidak bisa membedakan antara promosi dan degradasi.
Tidak itu saja. Ada kepala daerah yang mendorong anaknya menjadi peserta pemilu kepala daerah untuk menggantikannya. Ini sakit dari jenis yang lain lagi, yaitu memandang jabatan kepala daerah bagaikan jabatan di ranah privat.
Yang patut dicatat antara lain ada kepala daerah yang sudah dua kali menjabat rela turun pangkat sebagai calon wakil kepala daerah asalkan tetap menjadi penguasa. Patologis karena tidak bisa membedakan antara promosi dan degradasi.
Tidak itu saja. Ada kepala daerah yang mendorong anaknya menjadi peserta pemilu kepala daerah untuk menggantikannya. Ini sakit dari jenis yang lain lagi, yaitu memandang jabatan kepala daerah bagaikan jabatan di ranah privat.
Negeri Importir
DALAM berbagai kesempatan, pemerintah dengan bangga menyebutkan bahwa ekonomi kita sedang melaju cukup baik. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 6,0%, bahkan bisa 6,5%. Di sektor keuangan, pertumbuhan kredit berada di kisaran 25% hingga 30% tahun depan. Itu berarti naik dari rata-rata 15% tahun lalu. Akan tetapi, kinclong-nya indikator makroekonomi kita itu justru bertolak belakang dengan kondisi riil di lapangan. Tingkat pertumbuhan ekonomi itu belum mampu menyerap tambahan angkatan kerja yang mencapai sekitar 2,3 juta orang.
Langganan:
Postingan (Atom)